
Gerald Vanenburg: Pembelaan untuk Rafael Struick dan Tantangan Jam Terbang Pemain Muda
Dalam dunia sepak bola yang penuh dengan kritik dan ekspektasi tinggi, pelatih timnas U-23 Indonesia Gerald Vanenburg menunjukkan sisi humanis sebagai seorang pelatih. Mantan bintang Ajax dan PSV Eindhoven ini dengan tegas membela Rafael Struick, pemain muda yang menjadi sorotan setelah kegagalan Garuda Muda lolos ke Piala Asia U-23 2026.
Dibalik Layar Performa Pemain Muda
Vanenburg, yang memiliki pengalaman lebih dari 40 caps untuk timnas Belanda dan pernah memenangkan Euro 1988, memahami betul kompleksitas perkembangan pemain muda. Dalam wawancaranya, pelatih asal Belanda ini menekankan bahwa menilai performa seorang pemain berdasarkan satu atau dua pertandingan saja adalah tindakan yang tidak adil.
“Penampilan Struick sama seperti pemain lain dan tidak adil hanya membicarakan satu pemain karena ini menyangkut satu tim,” ujar Vanenburg dengan penuh keyakinan. Pernyataan ini datang setelah Indonesia dikalahkan 0-1 oleh Korea Selatan pada laga terakhir Grup J Kualifikasi Piala Asia U-23 2026.
Realitas Jam Terbang di Tingkat Klub
Salah satu poin penting yang diangkat Vanenburg adalah masalah menit bermain di level klub. Menurut data Transfermarkt, Struick hanya bermain 96 menit dalam tiga pertandingan di BRI Super League 2025/2026 bersama Dewa United. Angka yang cukup mengkhawatirkan untuk pemain yang diharapkan bisa memberikan kontribusi maksimal di level timnas.
Vanenburg menjelaskan dengan gamblang, “Jika pemain tidak bermain di kompetisi, jam terbangnya menurun dan performanya juga akan menurun.” Ini adalah realitas pahit yang dihadapi banyak pemain muda Indonesia yang harus bersaing dengan pemain asing di liga domestik.
Dewa United dan Tantangan Pengembangan Pemain
Dewa United, klub yang baru promosi ke Liga 1 dan berhasil menjadi runner-up musim 2024/2025, menghadapi dilema antara mencapai hasil terbaik dan memberikan kesempatan kepada pemain muda. Sebagai klub yang relatif baru di papan atas, tekanan untuk berprestasi seringkali membuat pelatih lebih memilih pemain yang sudah terbukti.
Struick, yang seharusnya menjadi masa depan sepak bola Indonesia, justru terjebak dalam situasi sulit antara harapan besar dari timnas dan keterbatasan kesempatan di level klub.
Konteks Kualifikasi yang Ketat
Kualifikasi Piala Asia U-23 2026 memang sangat kompetitif. Sebanyak 44 tim dibagi menjadi 11 grup, dengan hanya pemenang grup dan empat runner-up terbaik yang lolos ke putaran final. Indonesia finis sebagai runner-up Grup J dengan empat poin, sayangnya tidak cukup untuk menjadi salah satu dari empat runner-up terbaik.
Kekalahan 0-1 dari Korea Selatan menjadi penentu nasib Garuda Muda. Dalam sistem yang ketat seperti ini, margin error sangat kecil dan setiap detil menjadi penting.
Perspektif Vanenburg sebagai Legenda Sepak Bola
Sebagai mantan pemain yang pernah merasakan tekanan di level tertinggi, Vanenburg membawa perspektif yang berharga. Dia pernah menjadi bagian dari tim PSV Eindhoven yang memenangkan treble (liga, piala, dan Liga Champions) pada 1988, serta tampil di Piala Dunia 1990.
Pengalaman ini membuatnya memahami bahwa perkembangan pemain adalah proses jangka panjang yang tidak bisa diukur dari satu atau dua pertandingan saja.
Masa Depan Rafael Struick dan Pemain Muda Indonesia
Fakta bahwa Struick tidak dipanggil untuk dua laga FIFA Match Day melawan Taiwan dan Lebanon menunjukkan bahwa masalah ini tidak hanya terjadi di level U-23. Pemain dengan 23 caps di timnas senior ini perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak.
Solusinya mungkin tidak sederhana. Diperlukan koordinasi antara manajemen klub, pelatih timnas, dan tentu saja pemain sendiri untuk menemukan formula terbaik dalam pengembangan bakat muda.
Pelajaran untuk Sepak Bola Indonesia
Kasus Struick seharusnya menjadi wake-up call bagi sepak bola Indonesia. Kita tidak bisa terus menerus menyalahkan pemain ketika performanya menurun, tanpa melihat akar permasalahan yang sebenarnya.
Sistem yang mendukung perkembangan pemain muda, mulai dari akademi sepak bola hingga tim utama, perlu dibangun dengan lebih baik. Kolaborasi antara klub dan timnas menjadi kunci utama dalam memastikan bahwa talenta-talenta terbaik Indonesia mendapatkan kesempatan yang layak untuk berkembang.
Vanenburg telah memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana seharusnya kita memperlakukan pemain muda. Bukan dengan kritik pedas, tetapi dengan pemahaman dan dukungan yang tepat. Bagaimanapun, masa depan sepak bola Indonesia ada di tangan pemain-pemain seperti Rafael Struick.